Minggu, 15 Mei 2011 15:58 wib
JAKARTA - Nilai tukar rupiah yang terus mengalami penguatan atas dolar Amerika Serikat (AS) berdampak terhadap konsumsi produk elektronika di pasar domestik.
Gabungan Elektronika (Gabel) menyatakan, selama periode Januari-April 2011, penjualan produk elektronika di pasar domestik turun lima persen dibandingkan periode sama pada 2010.
“Sepertinya, ada kendala dari segi daya beli masyarakat. Tidak seperti mobil, konsumen elektronika ini kan lebih didominasi oleh masyarakat kelas menengah ke bawah," kata Ketua Gabel Ali Soebroto Oentaryo di Jakarta akhir pekan lalu.
Selain itu, lanjutnya, kemungkinan juga karena ada pengalihan anggaran. Yakni, dari belanja elektronika, menjadi untuk transportasi atau makanan. "Mungkin lebih memprioritaskan membeli sepeda motor,” ucapnya.
Ali menuturkan, penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS seharusnya bisa memacu konsumsi elektronika di dalam negeri dan mempengaruhi laju impor.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat, nilai impor produk elektronika selama Januari-April 2011 hanya naik sekira 3,6 persen menjadi USD1,18 miliar dibandingkan periode sama 2010 yang senilai USD1,44 miliar.
“Kenaikan impor itu juga tidak signifikan. Artinya tidak mengkhawatirkan meski di tengah penguatan rupiah saat ini,” ujar Ali.
Secara umum, Ali memastikan, penurunan konsumsi tersebut tidak menekan pertumbuhan industri elektronika nasional. Hingga akhir 2011, lanjut dia, pertumbuhan penjualan diyakini bisa tumbuh sesuai target dan industri tetap positif.
Untuk mengatasai penurunan konsumsi, terang dia, pabrikan menyesuaikan kondisi pasar sehingga tidak menyebabkan penumpukan stok. “Kita berharap kuartal II/2011 akan ada penguatan konsumsi lagi,” ujar Ali.
Sementara itu, berdasarkan survey Kadin dan Roy Morgan Research, keyakinan konsumen pada April 2011 mencapai angka angka tertinggi 142,6 atau naik 4,5 poin. Dalam riset tersebut, ditemukan bahwa masyarakat menilai saat ini adalah waktu waktu yang tepat untuk membeli peralatan rumah tangga yang mahal atua tahan lama. Keyakinan tersebut dinilai berdasarkan perbaikan kondisi keuangan keluarga dibandingkan setahun yang lalu.
Ketua Umum Kadin Suryo B Sulisto menjelaskan, keyakinan masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok kini berada pada tingkat yang paling tinggi selama ini. Optimisme yang terus menerus pada level yang begitu tinggi belum pernah terjadi dalam sejarah perekonomian negara ini.
Komunitas bisnis, kata Suryo, perlu memberikan perhatian pada konsumen Indonesia secara luas, yang kini siap membuka dompet untuk berbagai produk dan jasa yang tersedia bagi mereka. "Inilah waktu yang tepat untuk berinvestasi di Indonesia,” kata Suryo.
Di sisi lain, terkait kondisi Jepang pasca terjadi gempa dan tsunami, Ali mengatakan, tidak berdampak pada kondisi pasar elektronika domestik. Untuk pasokan komponen, dia menjelaskan, meski sempat terjadi kendala, namun bisa teratasi dengan pengalihan pasokan sumber. Ali optimistis, kondisi itu tidak akan berlangsung lama.
“Sedangkan untuk pasar, tidak ada gangguan. Yang terjadi kemudian adalah subtitusi merek. Misalnya, tadi oleh produk Jepang, menjadi merek Korea. Untuk kondisi di level industrinya, itu persoalan lain serta tidak akan berlangsung lama,”
sumber :http://economy.okezone.com