**HALO APA KABAR SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA**

MEMBELAJARI TENTANG BANYAK ILMU YANG DAPAT BERGUNA BAGI KITA SEMUA

ekonomi asia akan naik tahun ini

(Vibiznews - Business) - Jelang diadakannya berapa rapat rutin bulanan yang dilakukan oleh beberapa bank sentral negara-negara industri di Asia seperti Jepang dan China, Bank Pembangunan Asia (ADB) justru telah memberikan outlooknya mengenai prediksi perekonomian Asia sepanjang tahun 2011 ini. Dalam mengeluarkan outlooknya tersbeut, ADM melandasi beberapa hal yang turut mempengaruhi perekonomian Asia dalam beberapa waktu kedepan. Dua hal yang dinilai cukup menjadi faktor dominan ialah kenaikan harga minyak yang telah melambung ke posisi 108 dollar per barel akibat ketegangan keamanan di Timur Tengah dan adanya imbas pasa terjadinya bencana gempa dan tsunami yang melanda Jepang beberapa waktu lalu.

ADB Optimis Ekonomi Asia Akan Tumbuh

Meski dibawah bayang-bayang kedua hal tersebut diatas, ADB tetap optimis laju pertumbuhan ekonomi tahun 2011 akan mengalami kenakan. Secarar agregat, pertumbuhan ekonomi seluruh negara Asia diperkirakan akan mengalami kenaikan sebesar 7,8% atau lebih besar dibandingkan dengan level pertumbuhan ekonomi ditahun lalu yang hanya sebesar 7,3%. ADB berpendapat bahwa dampak dari gempa bumi dan tsunami yang melanda Jepang hanya bersifat temporer dan juga memiliki daya
pengaruh yang tidak menyebar secara luas ke negara-negara Asia lainnya secara signifikan.

Namun disisi lain, pergerakan harga minyak mentah justru akan masih menjadi fokus utama. Bagi beberapa negara produsen minyak sudah barang tentu akan memperoleh keuntungan tersendiri dari kenaikan harga minyak mentah dunia. Tapi kondisi tersebut tidak terjadi pada negara importir yang dimana banyak negara Asia masih tergantung dari pasokan minyak negara-negara Timur Tengah. Maka dari itu, imbas negatif akan datang dari tekanan kenaikan inflasi yang sudah mulai terjadi sejak awal tahun ini. Bahkan pemerintah China melalui Bank Sentral China telah melakukan kenaikan tingkat suku bunga acuan guna meredam kenaikan inflasi yang telah terjadi sejak bulan Januari lalu.

Pendapat yang mendukung kondisi diatas juga dikeluarkan oleh pihak ADB sendiri dimana untuk saat ini peran pemerintah ama diperlukan. Kebijakan nilai tukar mata uang secara fleksibel yang dibarengi oleh oleh kebijakan suku bunga dinilai merupakan kebijakan yang bersifat antisipatif guna menjegah ancaman inflasi yang berpeluang semakin tinggi. Jepang misalnya, pada bulan lalu telah sukses menjaga perekonomiannya setelah melakukan intervensi terhadap pergerakan yen yang telah mengalami apresiasi yang signifikan terhadap dollar. Bentuk intervensi yang dilakukan oleh Jepang yaitu membujuk G7 untuk melakukan intervensi terhadap yen guna mengalami pelemahan temporer terhadap dollar. Alhasil dalam kurun waktu 2 pekan yen telah mengalami penurunan terhadap dollar meskipun disaat yang bersamaan pemerintah Jepang juga mencetak lebih banyak yen guna menambah peredaran uang ditengah kebutuhan uang cash yang meningkat. Setelah itu, pemerintah Jepang melalui instruksi langsung dari PM Naoto Kan juga berupaya untuk menurunkan pajak sektor industri guna meningkatkan performa perekonomian.

Lalu bagaimana dengan perekonomian India dan China ? ADB memprediksi bahwa pada tahun ini kedua negara tersebut akan mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi. China misalnya diperkirakan akan mencapai pertumbuhan ekonomi diposisi 9,6%, lebih rendah dibandingkan tahun lalu sebesar 10,3%. Sedangkan India diperkirakan akan mencapai 8,2%, turun dibandingkan tahun lalu sebesar 8,6%.

Inflasi Turut Meningkat

Meski dipenuhi oleh ekspektasi positif mengenai peluang kenaikan pertumbuhan ekonomi, ADB juga menyatakan bahwa tingkat inflasi diperkirakan akan mengalami kenaikan pada tahun ini. Agregat tingkat inflasi diseluruh negara di Asia diperkirakan akan naik menjadi 5,3% dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 4,4%. ADB memperkirakan bahwa gelombang tekanan perekonomian dari inflasi diperkirakan akan sampai pada kuartal kedua menyusul sampai dengan saat ini belum meredanya ketegangan keamanan di beberapa negara Timur Tengah terutama di Libya, Yaman dan Suriah. Bahkan beberapa analis memperkirakan bahwa jika Arab saudi juga mengalami kondisi tersebut tidak menutup keungkinan harga minyak akan melambung hingga 200 dollar per barel.

Sementara Kristanto Nugroho, Komisaris Bursa Berjangka Jakarta menyatakan kondisi negara-negara Asia secara umum akan mengalami tekanan inflasi, hal ini bahkan terjadi sebelum terjadinya krisis geopolitik Timur Tengah dan bencana di Jepang. Sebagaimana kita lihat bahwa pertumbuhan ekonomi di Asia, khususnya negara dengan jumlah penduduk besar seperti China, India akan mendorong permintaan energi dan juga kebutuhan komoditas, sehingga harga minyak cenderung meningkat, lalu komoditi seperti minyak sawit, kopi, jagung dan lain-lain juga cenderung meningkat karena demand bertumbuh lebih cepat dari supply-nya, hal ini diperburuk dengan terjadinya krisis Timur Tengah dan bencana Jepang.
READMORE - ekonomi asia akan naik tahun ini

Senin, 11 April 2011 18:30 WIB

(Vibiznews - Business) - Pada awal pekan ini, kondisi fundamental ekonomi global disuguhkan oleh munculnya laporan bahwa pertumbuhan tingkat ekspor China untuk bulan Maret lalu mengalami kenaikan. Sebuah lanjutan kondisi positif yang diperoleh China yang kini notabene sebagai negara eksportir terbesar dunia saat ini. Pada bulan Maret, tingkat ekspor China tercatat naik sebesar 35,8% dengan surplus ekspor senilai 7,3 miliar dollar, sedangkan impor naik 27,3%. Kenaikan ekspor yang dialami oleh China ini terbilang merupakan imbas positif dari anjloknya ekonomi Jepang terutama sisi ekspor pada bulan Maret akibat hantaman efek gempa dan tsunami yang menghancurkan sektor industri dan ekspor non migas, apalagi sektor ekspor makanan yang sangat terpukul akibat larangan impor beberapa negara akibat isu tercemarnya dampak radiasi nuklir pada komoditi pangan Jepang.

Kenaikan Ekspor Picu Ekspektasi Positif Ekonomi China

Disisi lain, kenaikan ekspor yang terjadi di bulan Maret memberikan dorongan terhadap ekspektasi kenaikan performa ekonomi China untuk kuartal pertama tahun ini. Apalagi disaat yang bersamaan bursa saham China sepanjang periode tersebut mengalami kenaikan sebesar 9%. Menurut Qu Hongbin selaku ekonom dari HSBC Holdings Plc, perekonomian China masih menyimpan sebuah prospek yang baik untuk tahun ini. Secara momentum, perekonomian China saat ini dalam jangka pendek akan bertopang kepada sisi ekspor. Melemahnya posisi Jepang sebagai salah satu eksportir terkuat dunia saat ini memberikan keuntungan tersendiri bagi China yang merupakan pesaing terberat. Berdasarkan prediksi yang dikeluarkan oleh Bloomberg beberapa waktu lalu, tingkat pertumbuhan ekonomi China untuk kuartal pertama tahun ini diperkirakan akan berkisar antara 9,4 - 9,6%. Meski diprediksi akan mengalami kenaikan namun kisaran level tersebut masih lebih rendah dibandingkat rata-rata pertumbuhan ekonomi untuk tahun lalu yang mencapai level 10,3%.

Banyak kalangan menilai bahwa prospek positif yang dimiliki oleh pertumbuhan ekonomi China tidak terlepas dari kegigihan pemerintah yang diwakili oleh PM Wen Jiabao yang terus mengeluarkan kebijakan di sisi makro dan makro ekonomi guna menghadapi tekanan yang diperoleh dari peluang kenaikan inflasi berkepanjangan menyusul melonjaknya harga minyak mentah. Inflasi untuk bulan Maret lalu tercatat naik ke level 5,2%. Angka tersebut jauh melebihi angka inflasi pada kuartal ketiga tahun lalu yang hanya mencapai 4%.

Komisaris BBJ, Kristanto Nugroho menambahkan, China mengalami benefit terbuka-nya peluang pasar karena melemahnya daya saing Jepang yang tidak terhindarkan akibat faktor terganggunya operasional di berbagai industri di Jepang, misalnya terbatasnya supply listrik, tranportasi dan akomodasi di beberapa wilayah yang rusak karena bencana tsunami. Namun disisi lain juga daya saing produk China yang terus dibenahi, dimana semula mengandalkan murahnya tenaga kerja dan berbagai kelonggaran aturan di dalam negeri, namun dalam perkembangannya hal itu tidak lagi menjadi keunggulan, namun China berhasil meningkatkan prosedur, kualitas produksi, kualitas management dan sumber daya, sampai dengan penerapan tehnologi, sehingga sekalipun ekportir tertekan oleh menguatnya Yuan, namun market untuk produk China masih terus berkembang sehingga ekpor China relatif terus meningkat.

Penguatan Yuan Berimbas Cukup Negatif

Selain dari imbas penguatan harga energi terutama minyak mentah, melonjaknya tingkat inflasi yang terjadi di China juga disebabkan oleh apresiasi yuan terhadap dollar yang terjadi dalam 2 tahun terakhir. Sepanjang periode tersebut, yuan telah mengalami kenaikan nilai tukar terhadap dollar sebesar 4,6%. Hal tersebut diakui oleh ekonom kenamaan dunia sekaligus CEO dari Soros Fund Management LLC, George Soros. Menurutnya penguatan yuan secara terus menerus bukan hanya memberikan keuntungan kepada sektor ekonomi dalam negeri yang selalu dipandang positif oleh investor asing, tapi disaat bersamaan justru akan menekan sektor industri terutama pada sisi eksportir.

Soros berpendapat, kebijakan peg yuan cukup menjadi sebuah masukan bagi pemerintah China jika yuan terus mengalami apresiasi terhadap mata uang mayoritas terutama dollar. Bentuk kestabilan ekonomi makro menjadi alasan utama jika pemerintah China menginginkan adanya perekonomian yang terus menguat. meksi disaat yang bersamaan menurut Soros, kebijakan kenaikan suku bunga acuan juga secara langsung dapat meredam kenaikan inflasi dan menaikan suku bunga riil yang dapat bermanfaat bagi sektor perekonomian.
READMORE - Ekspor China Melonjak Ditengah Ancaman Inflasi yang Berkelanjutan




(Vibiznews - Economy) - Pada akhir perdagangan di pasar spot antarbank Jakarta sore hari ini tampak nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali membukukan kenaikan yang cukup signifikan (09/04). Pada perdagangan penghujung pekan ini rupiah tampak mengalami kenaikan seiring dengan momentum dolar yang sedang lesu ditekan rival-rival utamanya.

Dolar tampak sedang mengalami tekanan jual setelah ECB memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan di Eropa menjadi 1.25%. Kenaikan suku bunga ini merupakan yang pertama kalinya sejak tiga tahun belakangan. Dengan kenaikan suku bunga tersebut maka euro menjadi lebih menarik dibandingkan dengan dolar. Kondisi ini juga menyebar ke mata uang lain termasu rupiah.

Rupiah, menurut kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada akhir perdagangan Jumat ini melemah ke Rp8.656 per USD dibandingkan periode sebelumnya yangf ada diu Rp8.654 per USD. Sementara menurut yahoofinance, rupiah menguat ke level Rp8.642 per USD dengan kisaran perdagangan harian di Rp8.637,5-Rp8.662,5 per USD.

Investor masih bereaksi negatif terhadap dolar AS. Pasalnya ECB sendiri diperkirakan masih akan melanjutkan kebijakan moneternya dengan  menaikkan suku bunga hingga 1.75% tahun ini.

Sebelumnya, beberapa bank sentral lain yang menaikkan suku bunga acuannya adalah China, India, Swedia, Polandia. Sedangkan Jepang dan Inggris masih mempertahankan suku bunga acuannya masing-masing di nol persen dan satu persen.

ECB menaikkan suku bunga pertama kalinya sejak Juli 2008 sebagaimana kekhawatiran inflasi melebihi persoalan kerusakan jaminan ekonomi zona euro yang melemah.

Dengan kondisi saat ini tampaknya rupiah masih berpotensi untuk melanjutkan kenaikannya. Diperkirakan mata uang ini akan mengetes kisaran 8.500-an,
jumat 8 /april/2011
READMORE - rupiah gemilang dibantu faktor dollar yang lesu

euro di posisi terkuat terhadap rupiah



(Vibiznews-Economy) - Rilis data terakhir indikator French Industrial Production m/m yang baru saja dirilis oleh INSEE menunjukan masih adanya sinyalemen perkembangan positif pada ekonomi Perancis .

Rilis data tersebut berimbas kepada perdagangan pair EUR/IDR siang hari ini (11-04) , dimana terpantau terjadi penguatan Euro terhadap Rupiah. Euro terpantau kembali menguat terhadap Rupiah dan berada pada kisaran tertinggi pada tahun ini. Euro cenderung menguat setelah European Central Bank (ECB) menaikkan suku bunga acuan pada Kamis minggu lalu.

Data aktual indikator French Industrial Production m/m dilaporkan mengalami pertumbuhan positif sebesar 0.4% dimana sebelumnya diperkirakan akan tumbuh menjadi 0.5% dari pertumbuhan pada bulan lalu yaitu 0.7%.

Analis Vibiz Research dari Vibiz Consulting mengemukakan bahwa Euro terpantau bergerak menguat sekitar +0.59% terhadap mata uang Rupiah pada perdagangan valuta asing hari ini, sementara itu kurs jual Euro dengan rate Bank Indonesia berada pada kisaran Rp. 12566.62 /Euro dan kurs beli sekitar Rp. 12439.59 /Euro.
READMORE - euro di posisi terkuat terhadap rupiah