**HALO APA KABAR SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA**

MEMBELAJARI TENTANG BANYAK ILMU YANG DAPAT BERGUNA BAGI KITA SEMUA

Ekspor China Melonjak Ditengah Ancaman Inflasi yang Berkelanjutan

Senin, 11 April 2011 18:30 WIB


(Vibiznews - Business) - Pada awal pekan ini, kondisi fundamental ekonomi global disuguhkan oleh munculnya laporan bahwa pertumbuhan tingkat ekspor China untuk bulan Maret lalu mengalami kenaikan. Sebuah lanjutan kondisi positif yang diperoleh China yang kini notabene sebagai negara eksportir terbesar dunia saat ini. Pada bulan Maret, tingkat ekspor China tercatat naik sebesar 35,8% dengan surplus ekspor senilai 7,3 miliar dollar, sedangkan impor naik 27,3%. Kenaikan ekspor yang dialami oleh China ini terbilang merupakan imbas positif dari anjloknya ekonomi Jepang terutama sisi ekspor pada bulan Maret akibat hantaman efek gempa dan tsunami yang menghancurkan sektor industri dan ekspor non migas, apalagi sektor ekspor makanan yang sangat terpukul akibat larangan impor beberapa negara akibat isu tercemarnya dampak radiasi nuklir pada komoditi pangan Jepang.

Kenaikan Ekspor Picu Ekspektasi Positif Ekonomi China

Disisi lain, kenaikan ekspor yang terjadi di bulan Maret memberikan dorongan terhadap ekspektasi kenaikan performa ekonomi China untuk kuartal pertama tahun ini. Apalagi disaat yang bersamaan bursa saham China sepanjang periode tersebut mengalami kenaikan sebesar 9%. Menurut Qu Hongbin selaku ekonom dari HSBC Holdings Plc, perekonomian China masih menyimpan sebuah prospek yang baik untuk tahun ini. Secara momentum, perekonomian China saat ini dalam jangka pendek akan bertopang kepada sisi ekspor. Melemahnya posisi Jepang sebagai salah satu eksportir terkuat dunia saat ini memberikan keuntungan tersendiri bagi China yang merupakan pesaing terberat. Berdasarkan prediksi yang dikeluarkan oleh Bloomberg beberapa waktu lalu, tingkat pertumbuhan ekonomi China untuk kuartal pertama tahun ini diperkirakan akan berkisar antara 9,4 - 9,6%. Meski diprediksi akan mengalami kenaikan namun kisaran level tersebut masih lebih rendah dibandingkat rata-rata pertumbuhan ekonomi untuk tahun lalu yang mencapai level 10,3%.

Banyak kalangan menilai bahwa prospek positif yang dimiliki oleh pertumbuhan ekonomi China tidak terlepas dari kegigihan pemerintah yang diwakili oleh PM Wen Jiabao yang terus mengeluarkan kebijakan di sisi makro dan makro ekonomi guna menghadapi tekanan yang diperoleh dari peluang kenaikan inflasi berkepanjangan menyusul melonjaknya harga minyak mentah. Inflasi untuk bulan Maret lalu tercatat naik ke level 5,2%. Angka tersebut jauh melebihi angka inflasi pada kuartal ketiga tahun lalu yang hanya mencapai 4%.

Komisaris BBJ, Kristanto Nugroho menambahkan, China mengalami benefit terbuka-nya peluang pasar karena melemahnya daya saing Jepang yang tidak terhindarkan akibat faktor terganggunya operasional di berbagai industri di Jepang, misalnya terbatasnya supply listrik, tranportasi dan akomodasi di beberapa wilayah yang rusak karena bencana tsunami. Namun disisi lain juga daya saing produk China yang terus dibenahi, dimana semula mengandalkan murahnya tenaga kerja dan berbagai kelonggaran aturan di dalam negeri, namun dalam perkembangannya hal itu tidak lagi menjadi keunggulan, namun China berhasil meningkatkan prosedur, kualitas produksi, kualitas management dan sumber daya, sampai dengan penerapan tehnologi, sehingga sekalipun ekportir tertekan oleh menguatnya Yuan, namun market untuk produk China masih terus berkembang sehingga ekpor China relatif terus meningkat.

Penguatan Yuan Berimbas Cukup Negatif

Selain dari imbas penguatan harga energi terutama minyak mentah, melonjaknya tingkat inflasi yang terjadi di China juga disebabkan oleh apresiasi yuan terhadap dollar yang terjadi dalam 2 tahun terakhir. Sepanjang periode tersebut, yuan telah mengalami kenaikan nilai tukar terhadap dollar sebesar 4,6%. Hal tersebut diakui oleh ekonom kenamaan dunia sekaligus CEO dari Soros Fund Management LLC, George Soros. Menurutnya penguatan yuan secara terus menerus bukan hanya memberikan keuntungan kepada sektor ekonomi dalam negeri yang selalu dipandang positif oleh investor asing, tapi disaat bersamaan justru akan menekan sektor industri terutama pada sisi eksportir.

Soros berpendapat, kebijakan peg yuan cukup menjadi sebuah masukan bagi pemerintah China jika yuan terus mengalami apresiasi terhadap mata uang mayoritas terutama dollar. Bentuk kestabilan ekonomi makro menjadi alasan utama jika pemerintah China menginginkan adanya perekonomian yang terus menguat. meksi disaat yang bersamaan menurut Soros, kebijakan kenaikan suku bunga acuan juga secara langsung dapat meredam kenaikan inflasi dan menaikan suku bunga riil yang dapat bermanfaat bagi sektor perekonomian.

0 komentar: